SUNTiK, Inovasi Ciptaan BATAN Pengganti Morfin untuk Penyintas Kanker

By Abdi Satria


nusakini.com-Jakarta-Selama ini, penyintas kanker menggunakan morfin untuk meredakan nyeri yang telah menyebar hingga ke tulang. Namun kini, Badan Tenaga Nuklir Nasional (BATAN) menggunakan samarium-153-EDTMP sebagai alternatif pengganti morfin yang potensial untuk meredakan nyeri. Inovasi tersebut dinamakan Samarium untuk Terapi Paliatif Kanker atau SUNTiK. 

“Inovasi ini bertujuan menyediakan samarium-153-EDTMP yang aman, efektif, berkualitas, dan terjangkau guna meningkatkan pemanfaatannya untuk layanan terapi pereda nyeri kanker,” jelas Kepala BATAN, Anhar Riza Antariksawan, saat presentasi dan wawancara Top 99 Inovasi Pelayanan Publik di Kantor Kementerian PANRB beberapa waktu lalu. 

Anhar mengungkapkan, sebelum inovasi ini hadir, samarium-153-EDTMP belum pernah dimanfaatkan di Indonesia karena radiofarmaka ini sangat sulit diimpor. Inovasi SUNTiK hadir setelah Pusat Teknologi Radioisotop dan Radiofarmaka (PTRR) BATAN berhasil melakukan inovasi terhadap formula dan mengembangkan proses secara mandiri. 

Sejak dirintis pada 2017, samarium-153-EDTMP telah menjadi kebutuhan masyarakat yang meningkat setiap tahunnya. Pada tahun 2019, terdapat lima rumah sakit telah memanfaatkan samarium-153-EDTMP dengan skala penggunaan yang meningkat hingga delapan kali lipat dibandingkan tahun 2017. Bahkan, salah satu mitra pengguna, RSUP Kariadi telah menyusun daftar tunggu pasien hingga Agustus 2021 dengan jumlah pengguna layanan sebanyak 22 orang setiap bulannya. 

Layanan ini ditunjang dengan sumber daya manusia yang kompeten, fasilitas produksi tersertifikasi, dan laboratorium uji terakreditasi. Kehadiran samarium-153-EDTMP telah memberikan dampak signifikan terhadap perbaikan kualitas hidup dan peningkatan kesejahteraan penyintas kanker. 

Dibandingkan morfin yang membutuhkan pemberian secara berulang setiap hari, samarium-153-EDTMP hanya perlu diberikan dalam sekali suntik dengan takaran yang relatif sedikit untuk mendapatkan efek pereda nyeri yang memadai dan bertahan 30 hingga 40 hari. “Setelah mengganti penggunaan morfin dengan samarium-153-EDTMP, penyintas kanker dapat lebih nyaman dalam beraktivitas. Bahkan, beberapa pengguna masih dapat bekerja dan bersosialisasi,” ungkap Anhar. 

Perlu diketahui, samarium-153-EDTMP ditemukan oleh Goeckeler WF, dkk. pada 1984 dan dipatenkan oleh perusahaan Dow Chemicals dari Amerika Serikat pada tahun 1987. Untuk menyesuaikan dengan kebutuhan dalam negeri, PTRR-BATAN melakukan inovasi terhadap formula dan mengembangkan proses secara mandiri menggunakan sumber daya yang dimiliki. Alhasil, PTRR-BATAN berhasil menyelenggarakan layanan pembuatan samarium-153-EDTMP dengan kualitas, keamanan, dan efektivitas produk yang memadai berdasarkan hasil uji praklinis dan klinis. 

Ditinjau dari aspek ekonomi, biaya terapi samarium-153-EDTMP lebih terjangkau dibandingkan terapi morfin. Layanan terapi ini telah dijamin BPJS, sehingga pasien dapat memperoleh layanan dengan gratis di beberapa rumah sakit berfasilitas kedokteran nuklir. Keberhasilan inovasi ini tidak lepas dari peran beberapa pemangku kepetingan, seperti rumah sakit (mitra pengguna), PT Kimia Farma (mitra industri), Badan POM, Badan Pengawas Tenaga Nuklir (Bapeten), dan Perhimpunan Kedokteran Nuklir Indonesia (PKNI). “Inovasi ini diharapkan dapat mendorong kemandirian nasional di bidang produksi obat melalui pendayagunaan teknologi nuklir,” tegas Anhar. (p/ab)